pacman, rainbows, and roller s

jam: 07:21
tanggal: 20/05/24

MARGALUYU 151 YOGYAKARTA

KOMDA SUMATRA SELATAN
CABANG OKU-TIMUR
INDONESIA
Minggu, 18 april 2010
Mobile site builder free
ANGGARAN DASAR
GERAK BADAN PENCAK MARGALUYU 151 YOGYAKARTA

BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Gerak Badan Pencak bernama “MARGALUYU 151”

Pasal 2

1. Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 dibentuk sejak tanggal 6 Juni 1959 untuk waktu yang tidak ditentukan
2. Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 berkedudukan di Yogyakarta


BAB II
A Z A S

Pasal 3

1. Azas Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 adalah PANCASILA sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
2. Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 hanya mengakui Azas Tunggal ialah Azas Tunggal PANCASILA

BAB III
TUJUAN

Pasal 4
Tujuan Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 adalah :

1. Membela, mengamankan, menghayati, dan mengamalkan Pancasila
2. Membela,mempertahankan Undang Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen
3. Menggembleng Badaniyah dan Rokhaniyah setiap putera puteri Indonesia, menuju kesempurnaan kesehatan
4. Memayu Rahayuning Jagad yang sejahtera lahir bathin
5. Mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa tanpa membedakan Agama, Golongan, dan Suku.


BAB IV
USAHA

Pasal 5
Pokok-pokok usaha Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 ialah :

1. Mendidik dan melatih Keterampilan dalam olahraga, pada beladiri untukmempertahankan diri dari segala bentuk serangan.
2. Turut serta menjaga keamanan, ketentraman masyarakat.
3. Menyiapkan diri untuk ikut membela keamanan Negara bersama ABRI dalam bidang keamanan.
4. Dengan ikhlas mengadakan Bhakti Sosial.
5. Ikut serta membina kaum remaja agar menjadi remaja yang baik.


BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 6
Yang diterima menjadi anggota Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 ialah setiappetera puteri Indonesia yang baik budi kelakuannya dan sudah berumur paling sedikit 15 tahun

BAB VI
WILAYAH/DAERAH

Pasal 7
1. Meliputi seluruh wilayah Negara Indonesia
2. Wilayah tersebut terbagi atas :
a. Tingkat Nasional adalah Pusat
b. Tingkat I adalah Daerah Propinsi
c. Tingkat II adalah Daerah Kabupaten
d. Tingkat III adalah Daerah Kecamatan
e. Tingkat IV adalah Daerah Kelurahan/Desa

BAB VII
SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 9
1. Kepengurusan PUSAT;
Ketua Umum
Ketua I
Ketua II
Ketua III
Ketua IV
Sekretaris Jenderal
Sekretaris I
Sekretaris II
Sekretaris III
Sekretaris IV
Departemen Pembina
Departemen Teknik/Latihan

2. Kepengurusan KOMDA;
Ketua I
Ketua II
Ketua III
Sekretaris I
Sekretaris II
Bendahara I
Bendahara II
Seksi Pembinaan
Seksi Teknik/Latihan

3. Kepengurusan CABANG;
Sama dengan KOMDA

4. Kepengurusan RANTING;
Ketua I
Ketua II
Sekretaris I
Sekretaris II
Bendahara
Seksi Pembinaan
Seksi Teknik/Latihan

BAB IX
PEDOMAN SUCI

Pasal 10
Bismillahirrokhmanirrokhim
Demi Allah, saya sebagai warga Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 bersumpah dan berjanji akan selalu mentaati Pedoman Suci Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 disepanjang zaman

1. Membela dan melaksanakan Keadilan serta Kebenaran yang sesuai dengan norma-norma pergaulan.
2. Melaksanakan sekaligus patuh pada perintah Kepala Negara.
3. Selalu taat dan patuh serta menjalankan pekerjaan wajib.
4. Memaafkan kesalahan orang lain.
5. Tak akan berceritera kepada orang lain sebelum dirinya mengerti dan merasakan sendiri.
6. Tak akan menghina dan merendahkan orang lain.
7. Tak akan sombong, iri hati serta khilaf diri.
8. Selalu bersujud dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ibu-Bapak, Kepala Negara, Guru serta orang yang lebih tua.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memayungi dan menganugerahi RakhmatNYA serta sekaligus memberikan Hukuman yang setimpal kepada warga MARGALUYU 151 yang melanggar dan menodai Pedoman Suci Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 yang luhur dan Agung ini. Amin, Amin, Amin.

BAB X
HARTA KEKAYAAN

Pasal 11
Harta kekayaan diperoleh dari:
1. Uang pangkal dan iuran anggota.
2. Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat.
3. Pendapatan yang sah dan halal.

BAB XI
LAMBANG/SIMBOL DAN BENDERA

Pasal 12
Lambang Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 ialah:

1. Tangan menangkap Petir yang dilandasi dengan simbol 151.
2. Warna Bendera ialah Merah,Kuning,Hitam dimana lambing yang dimaksud ayat 1 berada di dalamnya.


BAB XII
PERUBAHAN-PERUBAHAN/KETENTUAN-KETENTUAN

Pasal 13

1. Azas Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar tidak dapat diubah.
2. Hal-hal yang belum tercantum dalam Anggaran Dasar dapat diterangkan dalam Anggaran Rumah Tangga.



BAB XIII
KETENTUAN UMUM

Pasal 14
Bila timbul penafsiran lain atau berbeda mengenai suatu ketentuan dalam Anggaran Dasar ini, maka tafsiran ditentukan Pimpinan Pusat.
PENJELASAN UMUM MARGALUYU151 YOGYAKARTA
MAKNA MARGALUYU 151;
MARGA, artinya Jalan Lurus
LUYU, artinya Luhur atau Suci
1, maknanya Dasar tujuan yang kuat untuk membangun
5, maknanya PANCASILA
1, maknanya Membela/kemenangan/kejayaan
Jadi arti MARGALUYU 151 adalah "Jalan menuju kehidupan yang berbudi suci dan luhur", Oleh karenanya, setiap warga MARGALUYU 151 harus mempunyai dasar tujuan, tekad yang bulat untuk membela,mempertahankan,dan memenangkan PANCASILA untuk selanjutnya dihayati dan diamalkan.

MAKNA BENDERA
Warna bendera MARGALUYU 151 adalah Merah, Kuning, Hitam.
Merah, maknanya Berani
Kuning, maknanya Keluhuran/Kemuliaan
Hitam, maknanya Langgeng/Abadi

MAKNA LAMBANG
Lambang MARGALUYU 151 adalah Tangan Menangkap Petir yang bermakna bahwa setiap warga MARGALUYU 151 harus berani menghadapi serangan bahaya betapapun tingginya dengan tekad pantang mundur.

Dalam tata beladiri Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 bersumber pada kekuatan pernapasan yang dikendalikan oleh RASA, CIPTA dan KARSA/KARYA yang selalu dalam perlindungan Ridho Tuhan Yang Maha Esa.

Banyaknya jurus dalam Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 adalah:

1. Jurus Dasar terdiri dari 10 Jurus.
2. Jurus Kombinasi ada 10 Jurus tambahan.
3. Jurus Pamungkas atau "Jurus R" yang terdiri dari 22 tumpuan.

Semua fungsi dan kegunaan setiap Jurus dijelaskan dan diperagakan pada setiap pelatihan.
AZAZ DAN PEDOMAN SUCI MARGALUYU151
Azas :

1. Membela dan melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila

2. Menggembleng badaniyah dan rokhaniyah putra-putri guna menuju kesehatan

3. Memayu rahayung Jagad dan membina Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Pedoman Suci :

Bismillahirrohmannirrohim,

Demi ALLAH, saya sebagai warga Gerak Badan Pencak Margaluyu 151 bersumpah dan berjanji akan selalu mentaati Pedoman Suci Gerak Badan Pencak Margaluyu 151 disepanjang zaman.

1. Membela dan Melaksanakan Keadilan serta Kebenaran yang sesuai dengan norma norma pergaulan.

2. Melaksanakan dan sekaligus patuh pada Perintah Kepala Negara

3. Selalu taat dan patuh serta menjalankan pekerjaan Wajib

4. Memaafkan kesalahan orang lain

5. Tak akan bercerita pada orang lain sebelum dirinya mengerti dan merasakan sendiri

6. Tak akan menghina dan merendahkan orang lain

7. Tak akan sombong, irihati serta khilaf diri

8. Selalu bersujud dan berbakti kepada :

· Tuhan Yang Maha Esa

· Ibu – Bapak

· Kepala Negara

· Guru serta orang yang lebih tua

Semoga Tuhan yang Maha Esa, selalu Memayungi dan Menganugrahi Rahmatnya serta sekaligus memberi Hukuman yang setimpal kepada Warga Margaluyu 151 yang melanggar dan menodai Pedoman Suci yang Luhur dan Agung ini.




SEJARAH TENAGA DALAM
Tenaga dalam di luar Indonesia
Tenaga dalam atau Krachtologi
(berasal dari perkataan
KRACHTOS yang berarti
tenaga Dan LOGOS yang berarti
ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi
sudah dikenal
oleh orang-orang Mesir Kuno.
Dalam sebuah buku Papyrus
"Yedimesish Ontologia
yang sudah disalin dalam bahasa
Gri Kuno, menceritakan, bila otot
bahu
digerakkan akan mengeluarkan
tenaga aneh sehingga dapat
merobohkan orang
yang sedang marah (diktat
Ameta, Krachtologi 23).
Dari Mesir, Krachtologi
berkembang ke Babylon, Yunani,
Romawi Dan Persia. Di
Persia tenaga semacam ini
dinamakan Dacht. Dalam
Dahtayana disebutkan bahwa
pada suku Bukht Dan Persia,
terkenal ilmu perang dinamakan
DAHTUZ ialah
merobohkan musuh dari jarak
jauh. Kaum bangsawan Persia
dilatih sejenis
senam waktu dinihari sehingga
mereka mempunyai tenaga Daht
itu. (Kracht 23).
Dikatakannya pula bahwa
orang-orang Badwi mempunyai
Daht pada matanya, bila
musuh akan menyerangnya,
tiba-tiba musuh itu roboh.
Mengapa orang-orang
Badwi banyak mempunyai
kekuatan Mata seperti itu ? Hal
ini disebabkan
orang-orang Badwi dengan
tanpa disadari melatih matanya
dengan melihat jauh,
memandang padang pasir yang
luas membentang itu.
Orang-orang Cina, Tartar, Patan,
Moghul, mengenal beberapa silat
yang dapat
merobohkan orang dari jauh.
Silat Moghul yang terkenal
diantaranya
SHURULKHAN yang artinya
tipuan licik untuk raja-raja,
berbentuk silat dua
belas jurus dari Taymour Lateph
Baber (1460-1520). Yang boleh
belajar silat
itu hanya kepala-kepala suku
dari orang Moghul Islam. Bukbisj
Ismeth Bey
murid Lateph Baber dapat
memukul dengan toya sejauh
satu mil. Bukbisj
belajar Shurulkhan dari Baber
selama 20 tahun. Dengan pisau
jarinya IA dapat
mengeluarkan usus lawan dari
jarak satu tombak. Kawannya
melihat IA belajar
jurus sejak dini Hari sampai
matahari naik, dengan diselingi
shalat shubuh.
Taymour Dan Bukbisj terkenal
orang-orang yang fanatik
madzhab Hambali Dan
sangat anti kepada orang Sufi
Dan tan (Kracht 24).
Di Cina terkenal beberapa macam
silat yang mempergunakan
Kracht, diantaranya
Gin Kang (ilmu meringankan
tubuh) yang dapat
dipergunakan melompat jauh,
loncat tinggi Dan berjalan diatas
air. Kwie Kang Dan Wie Kang
hampir
bersamaan, perbedaanya hanya
pada jurus pertama. Kwie Kang
dengan jurus
tinju Dan Wie Kang dengan jurus
terbuka.
[sunting] Masuknya pengaruh
Cina ke Indonesia
Wie Kang yang disebut jurus
sepuluh, tersebar sampai
Vietnam, Campa, Malaya,
Dan Indonesia. Tumbuhlah
menjadi beberapa aliran,
diantaranya silat Mandar
dari Sulawesi, silat Timpung dari
Jawa Timur Dan silat Nampon
dari Jawa
Barat, Dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke
Indonesia Dan pembawanya
ialah orang-orang Cina
Islam. Diantaranya orang
Indonesia pertama yang belajar
Shurulkhan ialah
Tuanku Rao. Orang-orang Cina
Islam menamakan silat itu Tou
Yu Kang. 1
[sunting] Penyebaran ilmu
tenaga dalam di Indonesia
[sunting] Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam
hanya dipelajari secara terbatas
di berbagai
perguruan silat. Para pendekar
silat yang tercatat sebagai guru
bagi para
pendiri perguruan silat tenaga
dalam generasi berikutnya
antara lain:
Abah Khoir, yang mendirikan
silat Cimande, Cianjur
Bang Madi, dari Batavia
Bang Kari, dari Batavia
Bang Ma'ruf, dari Batavia
Haji Qosim, dikenal juga dengan
nama Syahbandar atau
Subandari,
dari kerajaan Pagar Ruyung
Haji Odo, seorang kiai dari
pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa
pada masa Bang Madi, Bang Kari
ini belum dikenal
teknik pukulan tenaga dalam
atau pukulan jarak jauh. Silat
yang diajarkan
oleh Madi, Kari Dan Syahbandar
lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari Dan Syahbandar
dikenal sebagai pendekar silat
(fisik) pada
masanya. H. Qosim yang
kemudian dikenal sebagai
Syahbandar atau Mama’
Subadar karena tinggal Dan
disegani masyarakat desa
Subadar di wilayah
Cianjur. Sedangkan Madi dikenal
sebagai penjual Dan penjinak
kuda binal yang
diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi
dikenal pakar dalam mematah
siku lawan dengan
jurus gilesnya, sedangkan Kari
dikenal sebagai pendekar asli
Benteng
Tangerang yang juga menguasai
jurus-jurus kung fu Dan ahli
dalam teknik
jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari Dan
Madi banyak pendekar dari
berbagai aliran
berkumpul di Batavia. Batavia
seakan menjadi pusat barter
ilmu bela diri
dari berbagai aliran, mulai dari
silat Padang, silat Betawi
kombinasi kung
fu Ala Bang Kari, juga aliran
Cimande yang dibawa oleh
Khoir.
[sunting] Penyebaran ilmu
tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga
dalam Dan penyebarannya
secara terbuka di pulau
Jawa diwarnai oleh beberapa
tokoh penting, yaitu
H. Muhammad Toha, mendirikan
Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
S. Andadinata, mendirikan
Margaluyu di daerah Rancaekek,
Bandung, 1922
Nampon, mendirikan Pencak
Nampon Trirasa di Bandung,
1932.
H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi
Suci di Bogor pada tahuan 1930-
an
Bang Toha, Jakarta murid H Odo
Abah Zaki ( Haji Abdul Syukur )
pendiri Al-Hikmah, Jakarta
H. Harun Ahmad Pendiri Sin Lam
Ba Jakarta.
Tenaga dalam kemudian
merambah ke wilayah timur
(Jawa Tengah Dan Jawa
Timur)setelah KH Muhaiminan
dari Pesantren Bambu Runcing
Parakan, Temanggung
berguru kepada Abah Zaki, juga
murid H Abdul Rosyid bernama
Sidik asal
Indramayu yang mengajarkan
tenaga dalam Budi Suci di
wilayah Jawa Tengah Dan
Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah
melalui jalur pesantren,
sedangkan Budi Suci lebih
bercorak Jawa - Islam.
Pengembangan Budi Suci tidak
terlepas dari jasa Qosim
Dan Zainal Abidin putra Sidik Dan
beberapa murid Sidik, diantara
Bang Ali
Semarang dan murid-muridnya
di Sirahan, Cluwak, Pati.
[sunting] Pendirian Paguyuban
Pencak Nampon Trirasa Bandung
Pada akhir abad ke-19 Pencak
Silat Nampon telah dipelajari
secara terbatas
tetapi baru dikenal luas pada
tahun 1932 ketika Nampon
melakukan aktivitas
nyleneh di depan stasiun
Padalarang. Saking girangnya
menyambut kelahiran
anak pertamanya, Nampon
diluar kesadarannya berteriak-
teriak seperti orang
gila. Karena dianggap gila,
Nampon hendak diringkus
beramai-ramai. Namun
dari sekian orang yang akan
menjamah tubuhnya jatuh
terpelating.
Nampon lahir di Ciamis pada
tahun 1888 dan wafat tahun
1962. Semula adalah
pegawai di jawatan kereta api di
jaman Belanda. Ia dipecat dan
berulang kali
masuk bui karena sikapnya yang
anti penjajah Belanda. Diantara
murid Nampon
yang berjasa ikut
mengembangkan tenaga dalam
adalah Setia Muchlis dan KM
Tamim yang kemudian
mendirikan perguruan TRI RASA
yang banyak diikuti
kalangan Mahasiswa di Bandung,
diantaranya murid itu adalah
Bung Karno dan M
Natsir.
Menurut kalangan pendekar
sepuh di wilayah Jawa Barat,
sebelum
memperkenalkan “jurus tenaga
dalam“ Nampon banyak belajar
ilmu dari pendekar
yang lebih senior. Ia pernah
berguru pada Abah Khoir
pencipta silat Cimande,
dan pendekar-pendekar asal
Batavia diantaranya Bang Madi,
Bang Kari, Bang
Ma’ruf juga H Qosim pendekar
yang diasingkan kerajaan Pagar
Ruyung, Padang
karena mengajarkan silat di luar
kerajaan.
Aliran bercorak Nampon
menyebar ke Jawa Tengah
melalui perguruan Ragajati,
JSP (jurus seni penyadar) dan
beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga
dalam menjamur hampir di
seluruh kota dengan
bendera yang berbeda-beda
(walau corak jurus dan oleh
napas serupa),
kemudian muncul pertanyaan,
dari mana asalnya ilmu tenaga
dalam dan siapa
tokoh yang pertama kali
menciptakannya?
[sunting] Pendirian Margaluyu
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah
Andadinata pada awalnya
bernama Marga Rahayu
namun kemudian dirubah
menjadi Margaluyu dan mulai
dikenalkan pada pada
khalayak pada tahun 1932,
tetapi pada tahun 1922 aliran
itu sudah
diperkenalkan dalam lingkup
yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang
pesat di wilayah Yogyakarta,
dan banyak guru
yang belajar dari aliran ini
kemudian mendirikan perguruan
dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa
murid, diantaranya Dan
Suwaryana, dosen ASRI
yang juga wartawan di
Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana
ini kemudian “pecah”
(berkembang) lebih dari 17
perguruan tenaga dalam besar
yang kini bermarkas
di kota gudeg, Yogyakarta,
diantaranya Prana Sakti yang
dikembangkan
Aspanuddin Panjaitan.
Menurut berbagai pihak yang
dapat dipercaya, perguruan-
perguruan yang
terinspirasi oleh Prana Sakti
diantaranya :
Prana Sakti Indonesia
Prana Sakti Jayakarta
Satria Nusantara
Pendawa Padma
Radiasi Tenaga Dalam
Kalimasada
Bunga Islam
Al-Barokah
Indonesia Perkasa
Sinar Putih
Al-Barokah
Al-Ikhlas
dll.
Konon, keilmuan yang ada pada
Margaluyu itu sendiri memiliki
silsilah dari
para Wali di tanah Jawa, yang
apabila diruntut yaitu dari Syekh
Datul Kahfi
– Prabu Kian Santang /
P.Cakrabuana (Setelah masuk
Islam dikenal sebagai
Sunan Rahmad Suci Godong
Garut) kemudian ke : Sunan
Gunung Jati dan dari
beliau turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam
masih misteri, siapa tokoh yang
pertama
kali menciptakannya. Para
pinesepuh juga tidak memiliki
refrensi yang kuat
berkaitan dengan sejarah
perguruan dan pencetusnya.
[sunting] Budi Suci
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Budi Suci
Perguruan Budi Suci didirikan
oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini
banyak
menyebar ke Jawa dan Sumatra.
Sidik, murid dari H Abdul Rosyid,
pada tahun
1985 mengatakan bahwa jurus
tenaga dalam Budi Suci diwarnai
keilmuan Abah
Khoir dan Nampon. Begitu
halnya dengan aliran yang
banyak berkembang di Jawa
Tengah, seperti Ragajati di
Banyumas, JSP (Jurus Seni
Penyadar) di Tegal dan
beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci
berkembang di wilayah pantai
utara ke arah timur
mulai dari Jakarta, Bekasi,
Karawang, Cikampek, Kuningan,
Indramayu dan
Cirebon, Semarang, Rembang
dan tahun 1983 di Sirahan,
Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau
perguruan yang mengambil
sumber dari aliran
yang didirikan H Abdul Rosyid
ini setidaknya ada 3 nama tokoh
yang
disebut-sebut dalam “ritual”
yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang
keilmuannya konon bersumber
dari Khoir dan Nampon
juga tidak berani mengklaim
bahwa tenaga dalam itu
bersumber (hanya) dari
Nampon seorang. Begitu halnya
kalangan yang mengambil
sumber dari Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa
bahwa Namponlah yang patut
dianggap sebagai
pencipta, karena dalam ritual
(wirid), nama-nama yang
disebut adalah Madi,
Kari dan Syahbandar (Syeh
Subandari), sedangkan nama
Nampon tidak
disebut-sebut. Ini menunjukkan
bahwa inspirasi ilmu berasal dari
tokoh
sebelum Nampon, walau
nampon yang kemudian
merangkum dan
menyempurnakannya.
Namun kesimpulan itu diragukan
mengingat pada masa pendekar
Madi, Kari,
Sahbandar ini tenaga dalam
belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa
saat Madi diserang kuda binal
juga
mematahkan kaki kuda dengan
tangkisan tangannya, dan Khoir
guru dari Nampon
saat bertarung dengan pendekar
Kung Fu, juga menggunakan
selendang untuk
mengikat lawannya pada pohon
pinang. Artinya, jika tenaga
dalam itu sudah
ada, dan mereka-mereka itu
adalah pakarnya, kenapa musti
pakai selendang
segala? Kenapa tidak
pakai “jurus kunci” agar
pendekar Kung Fu itu tidak
bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga
dalam itu baru tercatat pada era
Nampon tahun
1930-an. Kasus “histeris” saat
menyambut kelahiran anaknya
di depan stasiun
Padalarang, dan pertarungan
Nampon dengan Jawara Banten
juga saat melayani
tantangan KM Thamim yang
(setelah kalah) lalu berguru
kepadanya.
[sunting] Silat Bandar Karima
Bandar Karima adalah
kependekan dari Syahbandar,
Kari dan Madi. Yosis
Siswoyo, Guru Besar aliran
Bandar Karima Bandung saat
dikonfirmasi,
mensinyalir bahwa kemunculan
tenaga dalam di wilayah Jawa
Barat secara
terbuka memang terjadi pada
masa Nampon sepulang dari
penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak
berani memastikan pencipta
jurus tenaga dalam itu
Nampon seorang, mengingat
pada masa yang hampir
bersamaan, di
Batavia/Jakarta juga muncul
aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah,
bahkan pada
tahun yang hampir bersamaan,
di daerah Ranca Engkek
Bandung Andadinata
memunculkan ilmu tenaga dalam
yang diklaim asli hasil
pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat
Bandar Karima termasuk
kalangan pendekar
generasi tua di Bandung juga
mengakui dari kalangan
perguruan pencak silat
dan tenaga dalam memang
kurang mentradisikan dalam
pelestarian sejarah
perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon
dan Andadinata sebagai tokoh
yang banyak berjasa
mengenalkan tenaga dalam di
wilayah Jawa Barat, namun
kemunculan Sin Lam Ba
dan Al-Hikmah di Batavia pada
kurun waktu yang hampir
bersamaan, (bahkan
disinyalir lebih dulu) juga perlu
dipertimbangkan bagi yang
ingin melacak
sejarah.
[sunting] Tenaga dalam di
Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di
wilayah eks Karisedenan Pati tak
lepas dari
peran Perguruan Satya dibawah
asuhan alm. Soeharto –
Semarang.
Satya berkembang di wilayah
Pati awalnya dibawa oleh murid
Soeharto bernama
Subiyanto asal Jepara. Namun
Subiyanto kemudian membuat
perguruan Mustika.
Walau perguruan ini hanya
muncul sesaat kemudian tidak
terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya
masuk wilayah Pati dengan
corak yang saat itu
dianggap tabu karena berlatih
pada tempat terbuka pada siang
hari. Ini
berbeda dengan aliran lain yang
memilih berlatih secara
sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima
masyarakat karena sifatnya
yang terbuka, lebih
njawani dan tidak bernaung
dibawah partai politik tertentu
bahkan menerima
anggota dari semua agama,
walau dalam ritualnya Satya
tidak jauh beda dengan
aliran Budi Suci yang
dikembangkan oleh Bang Ali
yang saat itu juga banyak
berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi
Suci disebabkan alm. Soeharto
mengenal jurus
tenaga dalam itu berasal dari
Yusuf di Tanjung Pinang, dan
Yusuf adalah
murid dari alm. Sidik, salah satu
dari murid H Abdul Rosyid sang
pendiri
aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya,
Soeharto hampir tidak pernah
menyebut-nyebut nama
Yusuf sebagai sang guru. Ini
disebabkan adanya hal yang
sangat pribadi
berkaitan dengan sang guru
yang WNI keturunan itu. Justru
Soeharto lebih
sering menyebut nama Sidik,
walau pertemuan keduanya itu
baru berlangsung
diawal tahun 80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo
dan beberapa pengurus Satya di
Sirahan,
Cluwak berhasil menemukan
Sidik di Cilincing, Jakarta Utara,
lalu diboyong
untuk meneruskan pembinaan
dari anggota Satya yang saat itu
sudah pasif dari
berbagai kegiatan perguruan.
Kehadiran Sidik yang statusnya
adalah Guru Besar Budi Suci ke
Sirahan ibarat
meneruskan pelajaran lanjutan
yang tidak terdapat pada
kurikulum Satya di
bawah Soeharto. Selain
pembaharuan dalam jurus dasar
juga meneruskan pada
materi Jodoh Jurus dan
Kembang Jurus ciptaan oleh
Abah Khoir sang pendiri
Cimande dan sebagian sudah
digubah oleh H Abdul Rosyid
yang di pergruan
Satya jurus itu tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang
dipimpin H Ali Ridlo dan
putranya, Masruri yang
keilmuannya sudah diwarnai
Budi Suci ala Sidik yang
kemudian mengembangkan
perguruan tenaga dalam
diantaranya, HM Sadari di Kelet,
Keling, Jepara,
Ustad M Masrur di Cepogo,
Bangsri, Jepara, Suhirlan di
Ngaringan Purwodadi
dan Sudono, adik kandung H Ali
Ridlo yang berdomisili di Rimbo
Bujang, Bungo
Tebo, Jambi.
[sunting] Perkembangan
Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya,
perkembangan perguruan
tenaga dalam layaknya
MLM (Multi Level Marketing).
Seseorang yang belajar pada
suatu perguruan
memilih untuk mendirikan
perguruan baru sesuai selera
pribadinya. Ini adalah
gejala alamiah yang tidak perlu
dimasalahkan, karena setiap
guru atau orang
yang merasa mampu
mengajarkan ilmu pada orang
lain itu belum tentu sepaham
dengan tradisi yang ada pada
perguruan yang pernah
diikutinya.
Pertimbangan merubah nama
perguruan itu dilatarbelakangi
oleh hal-hal yang
amat kompleks, mulai adanya
ketidaksepahaman pola pikir
antara orang zaman
dulu yang mistis dan kalangan
modernis yang
mempertimbangkan sisi
kemurnian
aqidah dan ilmiah, disamping
pertimbangan dari sisi komersial.
Yang pasti,
misi orang mempelajari tenaga
dalam pada masyarakat
sekarang sudah mulai
berubah dari yang semula
berorientasi pada ilmu kesaktian
menuju pada gerak
fisik (olah raga) karena orang
sekarang menganggap lawan
berat yang
sesungguhnya adalah penyakit.
Karena itu, promosi perguruan
lebih
mengeksploitasi kemampuan
mengobati diri sendiri dan orang
lain.
Aliran perguruan tenaga dalam
yang mengeksploitasi kesaktian
kini lebih
diminati masyarakat tradisional.
Dan menurut pengamatan
beberapa pihak,
perguruan ini justru
sering “bermasalah” disebabkan
pola pembinaan yang
menggiring penganutnya pada
sikap “kejawaraan” melalui
doktrin-doktrin yang
kurang bersahabat pada aliran
lain dari sesama perguruan
tenaga dalam maupun
bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya
bertentangan dengan sikap para
tokoh seperti Bang Kari
yang selalu wanti-wanti agar
siapapun yang mengamalkan
bela diri untuk
selalu memperhatikan “sikap 5”
yaitu :
Jangan cepat puas.
Jangan suka pamer.
Jangan merasa paling jago.
Jangan suka mencari pujian dan
Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat,
perkembangan pencak silat
sebagai dasar dari tenaga dalam
itu, baik pelaku maupun
keilmuannya dapat berkembang
karena silaturahmi
antar tokoh, mulai dari silat
Pagar Ruyung Padang yang
dibawa H Kosim
(Syahbandar), Bang Kari dan
Bang Madi yang merangkum
silat Betawi dengan
Kung Fu, juga Abah Khoir
dengan Cimandenya, RH. Ibrahim
dengan Cikalongnya.
[sunting] Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam
memberikan sumbangsih
tersendiri bagi
masyarakat Indonesia.
Margaluyu menorehkan tinta
emas sebagai perguruan tua
yang banyak mengilhami hampir
sebagian besar perguruan di
Indonesia, dan
cabang-cabang dari perguruan
ini banyak berjasa bagi
pengembangan tenaga
dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat
Tauhid Indonesia berjasa dalam
memberikan nafas
religius bagi pesertanya, dan
aliran Nampon berjasa dalam
memberikan
semangat bagi para pejuang di
era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari
aliran-aliran besar itu,
pengembangan aliran
tenaga dalam yang kini masih
memilih corak pengembangan
bela diri dan
kesaktian itu justru mendapat
kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik
murid dari H Abdul Rosyid saat
berkunjung ke Desa
Sirahan, Cluwak, Pati dan
menyaksikan cara betarung
(peragaan) suatu
perguruan “pecahan” dari Budi
Suci, menyayangkan kenapa
sebagian besar dari
siswa perguruan tenaga dalam
itu sudah meninggalkan teknik
silat (fisik)
sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka
cenderung diam dan hanya
mengeraskan bagian
dada/perut. Kebiasaan ini
menurutnya suatu saat akan
menjadi bumerang saat
harus menghadapi perkelahian
diluar gelanggang latihan.
Karena saat latihan
hanya dengan “diam” saja
sudah mampu mementalkan
penyerang hingga memberikan
kesan bahwa menggunakan
tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam
perkelahian di luar gelanggang
latihan itu,
suasananya berbeda. Dalam
arena latihan yang dihadapi
adalah teman sendiri
yang sudah terlatih dalam
menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan
tenaga dalam yang benar
menurut Alm. Sidik sudah
dicontohkan oleh Nampon saat
ditantang jawara dari Banten
dan saat akan
dicoba kesaktiannya oleh KM
Tamim. Yaitu, awalnya mengalah
dan berupaya
menghindar namun ketika lawan
masih memaksa menyerang,
baru dilayani dengan
jurus silat secara fisik,
menghindar, menangkis dan
pada saat yang dianggap
tepat memancing amarah
dengan tamparan ringan dan
setelah penyerang emosi,
baru menggunakan tenaga
dalam.
Pola pembinaan bela diri yang
tidak lengkap yang hanya fokus
pada sisi batin
saja, sering menjadi bumerang
bagi mereka yang sudah merasa
memiliki tenaga
dalam sehingga terlalu yakin
bahwa bagaimanapun bentuk
serangannya, cukup
dengan diam (saja) penyerang
pasti mental. Dan ketika mereka
menghadapi
bahaya yang sesungguhnya,
ternyata menggunakan tenaga
dalam tidak semudah
saat berlatih dengan teman
seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang
sepotong-potong ini tidak lepas
dari keterbatasan
sebagian guru yang pada
umumnya hanya
pernah “mampir” di perguruan
tenaga
dalam. Sidik mengakui banyak
orang yang belajar di Budi Suci
hanya bermodal
“jurus dasar” saja sudah banyak
yang berani membuka
perguruan baru. Padahal
dalam Budi Suci itu terdapat 3
tahapan jurus. Yaitu, Dasar
Jurus – Jodoh
Jurus dan Kembang Jurus
(ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin
membuka aliran baru itu
menyebabkan siswa sering
tidak siap disaat harus
menggunakan tenaga dalamnya.
Dan Yosis Siswoyo dari
Bandar Karima memberikan
konsep bahwa keberhasilan
memanfaatkan tenaga dalam
ditentukan dari prinsip “min-
plus” yang dapat diartikan :
Biarkan orang
berniat jahat (marah), aku
memilih untuk tetap bertahan
dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik,
teknik bela diri fisik, teknik,
kelenturan,
refleks dan mental bertarung
perlu ditanamkan terlebih
dahulu karena
kegagalan memanfaatkan
tenaga dalam lebih disebabkan
mental yang belum siap
sehingga orang ingat punya
jurus tenaga dalam setelah
perkelahian itu sudah
usai.
Berdasarkan pengamatan,
tenaga dalam berfungsi baik
justru disaat pemiliknya
“tidak sengaja” dan terpaksa
harus bertahan dari serangan
orang yang berniat
jahat. Dan tenaga dalam itu
sering gagal justru disaat tenaga
dalam itu
dipersiapkan sebelumnya
untuk “berkelahi” dan akan lebih
gagal total jika
tenaga dalam itu digunakan
untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat
defensif atau bertahan. Biarkan
orang marah dan
tetaplah bertahan dengan sabar
dan tak perlu mengimbangi
amarah. Sebab jika
pemilik tenaga dalam
mengimbangi amarah, maka
rumusnya menjadi “plus ketemu
plus” yang menyebabkan energi
itu tidak berfungsi. Dan dalam
hal ini Budi
Suci menjabarkan konsep “min –
plus” itu dengan sikap
membiarkan lawan
“budi” (bergerak/amarah) dan
tetap mempertahankan “suci”
(sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap
bertahan (sabar, tenang) sangat
ditentukan tingkat
kematangan mental. Dan pada
masa Nampon dan H Abdul
Rosyid, tenaga dalam
banyak berhasil karena
dipegang oleh pendekar yang
sudah terlatih bela diri
secara fisik (sabung) sehingga
saat menghadapi penyerang
mentalnya tetap
terjaga.
Sekarang semua sudah berubah.
Orang belajar tenaga dalam
sudah telanjur
yakin bahwa serangan lawan
tidak dapat menyentuh
sehingga fisik tidak
dipersiapkan menghindar atau
berbenturan. Dan karena tidak
terlatih itu
disaat melakukan kontak fisik,
yang muncul justru rasa takut
atau bahkan
mengimbangi amarah hingga
keluar dari konsep “min-plus”.
Sejarah tentang tenaga dalam
perlu diketahui oleh mereka
yang mengikuti
suatu aliran tenaga dalam.
Ketidaktahuan tentang sejarah
itu dapat
menggiring seseorang bersikap
kacang lupa kulit, bahkan
memunculkan “anekdot
spiritual” sebagaimana
dilakukan seorang guru tenaga
dalam yang karena
ditanya murid-muridnya dan ia
tidak memiliki jawaban lalu
menjelaskan bahwa
orang-orang yang ditokohkan
dalam perguruan itu dengan
jawaban yang
mengada-ada.
Misalnya, Saman adalah seorang
Syekh dari Yaman, Madi disebut
sebagai Imam Mahdi, Kari adalah
Imam Buchori, Subandari adalah
Syeh Isbandari. Dan jawaban
seperti itu tidak memiliki dasar
dan konon hanya berdasarkan
pada kata orang tua semata
Tenaga dalam di luar Indonesia
Tenaga dalam atau Krachtologi
(berasal dari perkataan
KRACHTOS yang berarti
tenaga Dan LOGOS yang berarti
ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi
sudah dikenal
oleh orang-orang Mesir Kuno.
Dalam sebuah buku Papyrus
"Yedimesish Ontologia
yang sudah disalin dalam bahasa
Gri Kuno, menceritakan, bila otot
bahu
digerakkan akan mengeluarkan
tenaga aneh sehingga dapat
merobohkan orang
yang sedang marah (diktat
Ameta, Krachtologi 23).
Dari Mesir, Krachtologi
berkembang ke Babylon, Yunani,
Romawi Dan Persia. Di
Persia tenaga semacam ini
dinamakan Dacht. Dalam
Dahtayana disebutkan bahwa
pada suku Bukht Dan Persia,
terkenal ilmu perang dinamakan
DAHTUZ ialah
merobohkan musuh dari jarak
jauh. Kaum bangsawan Persia
dilatih sejenis
senam waktu dinihari sehingga
mereka mempunyai tenaga Daht
itu. (Kracht 23).
Dikatakannya pula bahwa
orang-orang Badwi mempunyai
Daht pada matanya, bila
musuh akan menyerangnya,
tiba-tiba musuh itu roboh.
Mengapa orang-orang
Badwi banyak mempunyai
kekuatan Mata seperti itu ? Hal
ini disebabkan
orang-orang Badwi dengan
tanpa disadari melatih matanya
dengan melihat jauh,
memandang padang pasir yang
luas membentang itu.
Orang-orang Cina, Tartar, Patan,
Moghul, mengenal beberapa silat
yang dapat
merobohkan orang dari jauh.
Silat Moghul yang terkenal
diantaranya
SHURULKHAN yang artinya
tipuan licik untuk raja-raja,
berbentuk silat dua
belas jurus dari Taymour Lateph
Baber (1460-1520). Yang boleh
belajar silat
itu hanya kepala-kepala suku
dari orang Moghul Islam. Bukbisj
Ismeth Bey
murid Lateph Baber dapat
memukul dengan toya sejauh
satu mil. Bukbisj
belajar Shurulkhan dari Baber
selama 20 tahun. Dengan pisau
jarinya IA dapat
mengeluarkan usus lawan dari
jarak satu tombak. Kawannya
melihat IA belajar
jurus sejak dini Hari sampai
matahari naik, dengan diselingi
shalat shubuh.
Taymour Dan Bukbisj terkenal
orang-orang yang fanatik
madzhab Hambali Dan
sangat anti kepada orang Sufi
Dan tan (Kracht 24).
Di Cina terkenal beberapa macam
silat yang mempergunakan
Kracht, diantaranya
Gin Kang (ilmu meringankan
tubuh) yang dapat
dipergunakan melompat jauh,
loncat tinggi Dan berjalan diatas
air. Kwie Kang Dan Wie Kang
hampir
bersamaan, perbedaanya hanya
pada jurus pertama. Kwie Kang
dengan jurus
tinju Dan Wie Kang dengan jurus
terbuka.
[sunting] Masuknya pengaruh
Cina ke Indonesia
Wie Kang yang disebut jurus
sepuluh, tersebar sampai
Vietnam, Campa, Malaya,
Dan Indonesia. Tumbuhlah
menjadi beberapa aliran,
diantaranya silat Mandar
dari Sulawesi, silat Timpung dari
Jawa Timur Dan silat Nampon
dari Jawa
Barat, Dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke
Indonesia Dan pembawanya
ialah orang-orang Cina
Islam. Diantaranya orang
Indonesia pertama yang belajar
Shurulkhan ialah
Tuanku Rao. Orang-orang Cina
Islam menamakan silat itu Tou
Yu Kang. 1
[sunting] Penyebaran ilmu
tenaga dalam di Indonesia
[sunting] Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam
hanya dipelajari secara terbatas
di berbagai
perguruan silat. Para pendekar
silat yang tercatat sebagai guru
bagi para
pendiri perguruan silat tenaga
dalam generasi berikutnya
antara lain:
Abah Khoir, yang mendirikan
silat Cimande, Cianjur
Bang Madi, dari Batavia
Bang Kari, dari Batavia
Bang Ma'ruf, dari Batavia
Haji Qosim, dikenal juga dengan
nama Syahbandar atau
Subandari,
dari kerajaan Pagar Ruyung
Haji Odo, seorang kiai dari
pesantren di Cikampek
Perlu menjadi catatan bahwa
pada masa Bang Madi, Bang Kari
ini belum dikenal
teknik pukulan tenaga dalam
atau pukulan jarak jauh. Silat
yang diajarkan
oleh Madi, Kari Dan Syahbandar
lebih bersifat fisik.
Baik Madi, Kari Dan Syahbandar
dikenal sebagai pendekar silat
(fisik) pada
masanya. H. Qosim yang
kemudian dikenal sebagai
Syahbandar atau Mama’
Subadar karena tinggal Dan
disegani masyarakat desa
Subadar di wilayah
Cianjur. Sedangkan Madi dikenal
sebagai penjual Dan penjinak
kuda binal yang
diimpor asal Eropa.
Dalam dunia persilatan Madi
dikenal pakar dalam mematah
siku lawan dengan
jurus gilesnya, sedangkan Kari
dikenal sebagai pendekar asli
Benteng
Tangerang yang juga menguasai
jurus-jurus kung fu Dan ahli
dalam teknik
jatuhan.
Pada era Syahbandar, Kari Dan
Madi banyak pendekar dari
berbagai aliran
berkumpul di Batavia. Batavia
seakan menjadi pusat barter
ilmu bela diri
dari berbagai aliran, mulai dari
silat Padang, silat Betawi
kombinasi kung
fu Ala Bang Kari, juga aliran
Cimande yang dibawa oleh
Khoir.
[sunting] Penyebaran ilmu
tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga
dalam Dan penyebarannya
secara terbuka di pulau
Jawa diwarnai oleh beberapa
tokoh penting, yaitu
H. Muhammad Toha, mendirikan
Sin Lam Ba di Jakarta, 1896
S. Andadinata, mendirikan
Margaluyu di daerah Rancaekek,
Bandung, 1922
Nampon, mendirikan Pencak
Nampon Trirasa di Bandung,
1932.
H. Abdul Rosyid, mendirikan Budi
Suci di Bogor pada tahuan 1930-
an
Bang Toha, Jakarta murid H Odo
Abah Zaki ( Haji Abdul Syukur )
pendiri Al-Hikmah, Jakarta
H. Harun Ahmad Pendiri Sin Lam
Ba Jakarta.
Tenaga dalam kemudian
merambah ke wilayah timur
(Jawa Tengah Dan Jawa
Timur)setelah KH Muhaiminan
dari Pesantren Bambu Runcing
Parakan, Temanggung
berguru kepada Abah Zaki, juga
murid H Abdul Rosyid bernama
Sidik asal
Indramayu yang mengajarkan
tenaga dalam Budi Suci di
wilayah Jawa Tengah Dan
Jawa Timur.
Pengembangan Al-Hikmah
melalui jalur pesantren,
sedangkan Budi Suci lebih
bercorak Jawa - Islam.
Pengembangan Budi Suci tidak
terlepas dari jasa Qosim
Dan Zainal Abidin putra Sidik Dan
beberapa murid Sidik, diantara
Bang Ali
Semarang dan murid-muridnya
di Sirahan, Cluwak, Pati.
[sunting] Pendirian Paguyuban
Pencak Nampon Trirasa Bandung
Pada akhir abad ke-19 Pencak
Silat Nampon telah dipelajari
secara terbatas
tetapi baru dikenal luas pada
tahun 1932 ketika Nampon
melakukan aktivitas
nyleneh di depan stasiun
Padalarang. Saking girangnya
menyambut kelahiran
anak pertamanya, Nampon
diluar kesadarannya berteriak-
teriak seperti orang
gila. Karena dianggap gila,
Nampon hendak diringkus
beramai-ramai. Namun
dari sekian orang yang akan
menjamah tubuhnya jatuh
terpelating.
Nampon lahir di Ciamis pada
tahun 1888 dan wafat tahun
1962. Semula adalah
pegawai di jawatan kereta api di
jaman Belanda. Ia dipecat dan
berulang kali
masuk bui karena sikapnya yang
anti penjajah Belanda. Diantara
murid Nampon
yang berjasa ikut
mengembangkan tenaga dalam
adalah Setia Muchlis dan KM
Tamim yang kemudian
mendirikan perguruan TRI RASA
yang banyak diikuti
kalangan Mahasiswa di Bandung,
diantaranya murid itu adalah
Bung Karno dan M
Natsir.
Menurut kalangan pendekar
sepuh di wilayah Jawa Barat,
sebelum
memperkenalkan “jurus tenaga
dalam“ Nampon banyak belajar
ilmu dari pendekar
yang lebih senior. Ia pernah
berguru pada Abah Khoir
pencipta silat Cimande,
dan pendekar-pendekar asal
Batavia diantaranya Bang Madi,
Bang Kari, Bang
Ma’ruf juga H Qosim pendekar
yang diasingkan kerajaan Pagar
Ruyung, Padang
karena mengajarkan silat di luar
kerajaan.
Aliran bercorak Nampon
menyebar ke Jawa Tengah
melalui perguruan Ragajati,
JSP (jurus seni penyadar) dan
beberapa aliran tanpa nama.
Kini ketika perguruan tenaga
dalam menjamur hampir di
seluruh kota dengan
bendera yang berbeda-beda
(walau corak jurus dan oleh
napas serupa),
kemudian muncul pertanyaan,
dari mana asalnya ilmu tenaga
dalam dan siapa
tokoh yang pertama kali
menciptakannya?
[sunting] Pendirian Margaluyu
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Margaluyu
Aliran yang didirikan Abah
Andadinata pada awalnya
bernama Marga Rahayu
namun kemudian dirubah
menjadi Margaluyu dan mulai
dikenalkan pada pada
khalayak pada tahun 1932,
tetapi pada tahun 1922 aliran
itu sudah
diperkenalkan dalam lingkup
yang terbatas.
Margaluyu justru berkembang
pesat di wilayah Yogyakarta,
dan banyak guru
yang belajar dari aliran ini
kemudian mendirikan perguruan
dengan nama baru.
Anandinata memiliki beberapa
murid, diantaranya Dan
Suwaryana, dosen ASRI
yang juga wartawan di
Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana
ini kemudian “pecah”
(berkembang) lebih dari 17
perguruan tenaga dalam besar
yang kini bermarkas
di kota gudeg, Yogyakarta,
diantaranya Prana Sakti yang
dikembangkan
Aspanuddin Panjaitan.
Menurut berbagai pihak yang
dapat dipercaya, perguruan-
perguruan yang
terinspirasi oleh Prana Sakti
diantaranya :
Prana Sakti Indonesia
Prana Sakti Jayakarta
Satria Nusantara
Pendawa Padma
Radiasi Tenaga Dalam
Kalimasada
Bunga Islam
Al-Barokah
Indonesia Perkasa
Sinar Putih
Al-Barokah
Al-Ikhlas
dll.
Konon, keilmuan yang ada pada
Margaluyu itu sendiri memiliki
silsilah dari
para Wali di tanah Jawa, yang
apabila diruntut yaitu dari Syekh
Datul Kahfi
– Prabu Kian Santang /
P.Cakrabuana (Setelah masuk
Islam dikenal sebagai
Sunan Rahmad Suci Godong
Garut) kemudian ke : Sunan
Gunung Jati dan dari
beliau turun ke Anandinata.
Hingga kini sejarah tenaga dalam
masih misteri, siapa tokoh yang
pertama
kali menciptakannya. Para
pinesepuh juga tidak memiliki
refrensi yang kuat
berkaitan dengan sejarah
perguruan dan pencetusnya.
[sunting] Budi Suci
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Budi Suci
Perguruan Budi Suci didirikan
oleh Haji Abdul Rosyid. Aliran ini
banyak
menyebar ke Jawa dan Sumatra.
Sidik, murid dari H Abdul Rosyid,
pada tahun
1985 mengatakan bahwa jurus
tenaga dalam Budi Suci diwarnai
keilmuan Abah
Khoir dan Nampon. Begitu
halnya dengan aliran yang
banyak berkembang di Jawa
Tengah, seperti Ragajati di
Banyumas, JSP (Jurus Seni
Penyadar) di Tegal dan
beberapa aliran di Semarang.
Di pulau Jawa, Budi Suci
berkembang di wilayah pantai
utara ke arah timur
mulai dari Jakarta, Bekasi,
Karawang, Cikampek, Kuningan,
Indramayu dan
Cirebon, Semarang, Rembang
dan tahun 1983 di Sirahan,
Cluwak, Pati Utara.
Dari kalangan Budi Suci atau
perguruan yang mengambil
sumber dari aliran
yang didirikan H Abdul Rosyid
ini setidaknya ada 3 nama tokoh
yang
disebut-sebut dalam “ritual”
yaitu Madi, Kari dan Syahbandar.
Dari aliran Budi Suci yang
keilmuannya konon bersumber
dari Khoir dan Nampon
juga tidak berani mengklaim
bahwa tenaga dalam itu
bersumber (hanya) dari
Nampon seorang. Begitu halnya
kalangan yang mengambil
sumber dari Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa
bahwa Namponlah yang patut
dianggap sebagai
pencipta, karena dalam ritual
(wirid), nama-nama yang
disebut adalah Madi,
Kari dan Syahbandar (Syeh
Subandari), sedangkan nama
Nampon tidak
disebut-sebut. Ini menunjukkan
bahwa inspirasi ilmu berasal dari
tokoh
sebelum Nampon, walau
nampon yang kemudian
merangkum dan
menyempurnakannya.
Namun kesimpulan itu diragukan
mengingat pada masa pendekar
Madi, Kari,
Sahbandar ini tenaga dalam
belum dikenal.
Terbukti, dalam suatu peristiwa
saat Madi diserang kuda binal
juga
mematahkan kaki kuda dengan
tangkisan tangannya, dan Khoir
guru dari Nampon
saat bertarung dengan pendekar
Kung Fu, juga menggunakan
selendang untuk
mengikat lawannya pada pohon
pinang. Artinya, jika tenaga
dalam itu sudah
ada, dan mereka-mereka itu
adalah pakarnya, kenapa musti
pakai selendang
segala? Kenapa tidak
pakai “jurus kunci” agar
pendekar Kung Fu itu tidak
bisa bergerak.
Justru pemanfaatan tenaga
dalam itu baru tercatat pada era
Nampon tahun
1930-an. Kasus “histeris” saat
menyambut kelahiran anaknya
di depan stasiun
Padalarang, dan pertarungan
Nampon dengan Jawara Banten
juga saat melayani
tantangan KM Thamim yang
(setelah kalah) lalu berguru
kepadanya.
[sunting] Silat Bandar Karima
Bandar Karima adalah
kependekan dari Syahbandar,
Kari dan Madi. Yosis
Siswoyo, Guru Besar aliran
Bandar Karima Bandung saat
dikonfirmasi,
mensinyalir bahwa kemunculan
tenaga dalam di wilayah Jawa
Barat secara
terbuka memang terjadi pada
masa Nampon sepulang dari
penjara Digul.
Namun demikian Yosis tidak
berani memastikan pencipta
jurus tenaga dalam itu
Nampon seorang, mengingat
pada masa yang hampir
bersamaan, di
Batavia/Jakarta juga muncul
aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah,
bahkan pada
tahun yang hampir bersamaan,
di daerah Ranca Engkek
Bandung Andadinata
memunculkan ilmu tenaga dalam
yang diklaim asli hasil
pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat
Bandar Karima termasuk
kalangan pendekar
generasi tua di Bandung juga
mengakui dari kalangan
perguruan pencak silat
dan tenaga dalam memang
kurang mentradisikan dalam
pelestarian sejarah
perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon
dan Andadinata sebagai tokoh
yang banyak berjasa
mengenalkan tenaga dalam di
wilayah Jawa Barat, namun
kemunculan Sin Lam Ba
dan Al-Hikmah di Batavia pada
kurun waktu yang hampir
bersamaan, (bahkan
disinyalir lebih dulu) juga perlu
dipertimbangkan bagi yang
ingin melacak
sejarah.
[sunting] Tenaga dalam di
Pantura Jawa
Perkembangan tenaga dalam di
wilayah eks Karisedenan Pati tak
lepas dari
peran Perguruan Satya dibawah
asuhan alm. Soeharto –
Semarang.
Satya berkembang di wilayah
Pati awalnya dibawa oleh murid
Soeharto bernama
Subiyanto asal Jepara. Namun
Subiyanto kemudian membuat
perguruan Mustika.
Walau perguruan ini hanya
muncul sesaat kemudian tidak
terdengar lagi.
Pada akhir tahun 70-an Satya
masuk wilayah Pati dengan
corak yang saat itu
dianggap tabu karena berlatih
pada tempat terbuka pada siang
hari. Ini
berbeda dengan aliran lain yang
memilih berlatih secara
sembunyi-sembunyi.
Satya lebih mudah diterima
masyarakat karena sifatnya
yang terbuka, lebih
njawani dan tidak bernaung
dibawah partai politik tertentu
bahkan menerima
anggota dari semua agama,
walau dalam ritualnya Satya
tidak jauh beda dengan
aliran Budi Suci yang
dikembangkan oleh Bang Ali
yang saat itu juga banyak
berkembang di Jawa Tengah.
Kesamaan Satya dengan Budi
Suci disebabkan alm. Soeharto
mengenal jurus
tenaga dalam itu berasal dari
Yusuf di Tanjung Pinang, dan
Yusuf adalah
murid dari alm. Sidik, salah satu
dari murid H Abdul Rosyid sang
pendiri
aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya,
Soeharto hampir tidak pernah
menyebut-nyebut nama
Yusuf sebagai sang guru. Ini
disebabkan adanya hal yang
sangat pribadi
berkaitan dengan sang guru
yang WNI keturunan itu. Justru
Soeharto lebih
sering menyebut nama Sidik,
walau pertemuan keduanya itu
baru berlangsung
diawal tahun 80-an.
Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo
dan beberapa pengurus Satya di
Sirahan,
Cluwak berhasil menemukan
Sidik di Cilincing, Jakarta Utara,
lalu diboyong
untuk meneruskan pembinaan
dari anggota Satya yang saat itu
sudah pasif dari
berbagai kegiatan perguruan.
Kehadiran Sidik yang statusnya
adalah Guru Besar Budi Suci ke
Sirahan ibarat
meneruskan pelajaran lanjutan
yang tidak terdapat pada
kurikulum Satya di
bawah Soeharto. Selain
pembaharuan dalam jurus dasar
juga meneruskan pada
materi Jodoh Jurus dan
Kembang Jurus ciptaan oleh
Abah Khoir sang pendiri
Cimande dan sebagian sudah
digubah oleh H Abdul Rosyid
yang di pergruan
Satya jurus itu tidak dikenal.
Perguruan Satya Sirahan yang
dipimpin H Ali Ridlo dan
putranya, Masruri yang
keilmuannya sudah diwarnai
Budi Suci ala Sidik yang
kemudian mengembangkan
perguruan tenaga dalam
diantaranya, HM Sadari di Kelet,
Keling, Jepara,
Ustad M Masrur di Cepogo,
Bangsri, Jepara, Suhirlan di
Ngaringan Purwodadi
dan Sudono, adik kandung H Ali
Ridlo yang berdomisili di Rimbo
Bujang, Bungo
Tebo, Jambi.
[sunting] Perkembangan
Selanjutnya
Pada tahun-tahun berikutnya,
perkembangan perguruan
tenaga dalam layaknya
MLM (Multi Level Marketing).
Seseorang yang belajar pada
suatu perguruan
memilih untuk mendirikan
perguruan baru sesuai selera
pribadinya. Ini adalah
gejala alamiah yang tidak perlu
dimasalahkan, karena setiap
guru atau orang
yang merasa mampu
mengajarkan ilmu pada orang
lain itu belum tentu sepaham
dengan tradisi yang ada pada
perguruan yang pernah
diikutinya.
Pertimbangan merubah nama
perguruan itu dilatarbelakangi
oleh hal-hal yang
amat kompleks, mulai adanya
ketidaksepahaman pola pikir
antara orang zaman
dulu yang mistis dan kalangan
modernis yang
mempertimbangkan sisi
kemurnian
aqidah dan ilmiah, disamping
pertimbangan dari sisi komersial.
Yang pasti,
misi orang mempelajari tenaga
dalam pada masyarakat
sekarang sudah mulai
berubah dari yang semula
berorientasi pada ilmu kesaktian
menuju pada gerak
fisik (olah raga) karena orang
sekarang menganggap lawan
berat yang
sesungguhnya adalah penyakit.
Karena itu, promosi perguruan
lebih
mengeksploitasi kemampuan
mengobati diri sendiri dan orang
lain.
Aliran perguruan tenaga dalam
yang mengeksploitasi kesaktian
kini lebih
diminati masyarakat tradisional.
Dan menurut pengamatan
beberapa pihak,
perguruan ini justru
sering “bermasalah” disebabkan
pola pembinaan yang
menggiring penganutnya pada
sikap “kejawaraan” melalui
doktrin-doktrin yang
kurang bersahabat pada aliran
lain dari sesama perguruan
tenaga dalam maupun
bela diri dari luar (asing).
Sikap ini sebenarnya
bertentangan dengan sikap para
tokoh seperti Bang Kari
yang selalu wanti-wanti agar
siapapun yang mengamalkan
bela diri untuk
selalu memperhatikan “sikap 5”
yaitu :
Jangan cepat puas.
Jangan suka pamer.
Jangan merasa paling jago.
Jangan suka mencari pujian dan
Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat,
perkembangan pencak silat
sebagai dasar dari tenaga dalam
itu, baik pelaku maupun
keilmuannya dapat berkembang
karena silaturahmi
antar tokoh, mulai dari silat
Pagar Ruyung Padang yang
dibawa H Kosim
(Syahbandar), Bang Kari dan
Bang Madi yang merangkum
silat Betawi dengan
Kung Fu, juga Abah Khoir
dengan Cimandenya, RH. Ibrahim
dengan Cikalongnya.
[sunting] Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam
memberikan sumbangsih
tersendiri bagi
masyarakat Indonesia.
Margaluyu menorehkan tinta
emas sebagai perguruan tua
yang banyak mengilhami hampir
sebagian besar perguruan di
Indonesia, dan
cabang-cabang dari perguruan
ini banyak berjasa bagi
pengembangan tenaga
dalam yang ilmiah dan universal.
Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat
Tauhid Indonesia berjasa dalam
memberikan nafas
religius bagi pesertanya, dan
aliran Nampon berjasa dalam
memberikan
semangat bagi para pejuang di
era kemerdekaan.
Terlepas dari sisi positif dari
aliran-aliran besar itu,
pengembangan aliran
tenaga dalam yang kini masih
memilih corak pengembangan
bela diri dan
kesaktian itu justru mendapat
kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik
murid dari H Abdul Rosyid saat
berkunjung ke Desa
Sirahan, Cluwak, Pati dan
menyaksikan cara betarung
(peragaan) suatu
perguruan “pecahan” dari Budi
Suci, menyayangkan kenapa
sebagian besar dari
siswa perguruan tenaga dalam
itu sudah meninggalkan teknik
silat (fisik)
sebagai basic tenaga dalam.
Artinya, saat diserang mereka
cenderung diam dan hanya
mengeraskan bagian
dada/perut. Kebiasaan ini
menurutnya suatu saat akan
menjadi bumerang saat
harus menghadapi perkelahian
diluar gelanggang latihan.
Karena saat latihan
hanya dengan “diam” saja
sudah mampu mementalkan
penyerang hingga memberikan
kesan bahwa menggunakan
tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam
perkelahian di luar gelanggang
latihan itu,
suasananya berbeda. Dalam
arena latihan yang dihadapi
adalah teman sendiri
yang sudah terlatih dalam
menciptakan emosi (amarah).
Cara bela diri memanfaatkan
tenaga dalam yang benar
menurut Alm. Sidik sudah
dicontohkan oleh Nampon saat
ditantang jawara dari Banten
dan saat akan
dicoba kesaktiannya oleh KM
Tamim. Yaitu, awalnya mengalah
dan berupaya
menghindar namun ketika lawan
masih memaksa menyerang,
baru dilayani dengan
jurus silat secara fisik,
menghindar, menangkis dan
pada saat yang dianggap
tepat memancing amarah
dengan tamparan ringan dan
setelah penyerang emosi,
baru menggunakan tenaga
dalam.
Pola pembinaan bela diri yang
tidak lengkap yang hanya fokus
pada sisi batin
saja, sering menjadi bumerang
bagi mereka yang sudah merasa
memiliki tenaga
dalam sehingga terlalu yakin
bahwa bagaimanapun bentuk
serangannya, cukup
dengan diam (saja) penyerang
pasti mental. Dan ketika mereka
menghadapi
bahaya yang sesungguhnya,
ternyata menggunakan tenaga
dalam tidak semudah
saat berlatih dengan teman
seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang
sepotong-potong ini tidak lepas
dari keterbatasan
sebagian guru yang pada
umumnya hanya
pernah “mampir” di perguruan
tenaga
dalam. Sidik mengakui banyak
orang yang belajar di Budi Suci
hanya bermodal
“jurus dasar” saja sudah banyak
yang berani membuka
perguruan baru. Padahal
dalam Budi Suci itu terdapat 3
tahapan jurus. Yaitu, Dasar
Jurus – Jodoh
Jurus dan Kembang Jurus
(ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin
membuka aliran baru itu
menyebabkan siswa sering
tidak siap disaat harus
menggunakan tenaga dalamnya.
Dan Yosis Siswoyo dari
Bandar Karima memberikan
konsep bahwa keberhasilan
memanfaatkan tenaga dalam
ditentukan dari prinsip “min-
plus” yang dapat diartikan :
Biarkan orang
berniat jahat (marah), aku
memilih untuk tetap bertahan
dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik,
teknik bela diri fisik, teknik,
kelenturan,
refleks dan mental bertarung
perlu ditanamkan terlebih
dahulu karena
kegagalan memanfaatkan
tenaga dalam lebih disebabkan
mental yang belum siap
sehingga orang ingat punya
jurus tenaga dalam setelah
perkelahian itu sudah
usai.
Berdasarkan pengamatan,
tenaga dalam berfungsi baik
justru disaat pemiliknya
“tidak sengaja” dan terpaksa
harus bertahan dari serangan
orang yang berniat
jahat. Dan tenaga dalam itu
sering gagal justru disaat tenaga
dalam itu
dipersiapkan sebelumnya
untuk “berkelahi” dan akan lebih
gagal total jika
tenaga dalam itu digunakan
untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat
defensif atau bertahan. Biarkan
orang marah dan
tetaplah bertahan dengan sabar
dan tak perlu mengimbangi
amarah. Sebab jika
pemilik tenaga dalam
mengimbangi amarah, maka
rumusnya menjadi “plus ketemu
plus” yang menyebabkan energi
itu tidak berfungsi. Dan dalam
hal ini Budi
Suci menjabarkan konsep “min –
plus” itu dengan sikap
membiarkan lawan
“budi” (bergerak/amarah) dan
tetap mempertahankan “suci”
(sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap
bertahan (sabar, tenang) sangat
ditentukan tingkat
kematangan mental. Dan pada
masa Nampon dan H Abdul
Rosyid, tenaga dalam
banyak berhasil karena
dipegang oleh pendekar yang
sudah terlatih bela diri
secara fisik (sabung) sehingga
saat menghadapi penyerang
mentalnya tetap
terjaga.
Sekarang semua sudah berubah.
Orang belajar tenaga dalam
sudah telanjur
yakin bahwa serangan lawan
tidak dapat menyentuh
sehingga fisik tidak
dipersiapkan menghindar atau
berbenturan. Dan karena tidak
terlatih itu
disaat melakukan kontak fisik,
yang muncul justru rasa takut
atau bahkan
mengimbangi amarah hingga
keluar dari konsep “min-plus”.
Sejarah tentang tenaga dalam
perlu diketahui oleh mereka
yang mengikuti
suatu aliran tenaga dalam.
Ketidaktahuan tentang sejarah
itu dapat
menggiring seseorang bersikap
kacang lupa kulit, bahkan
memunculkan “anekdot
spiritual” sebagaimana
dilakukan seorang guru tenaga
dalam yang karena
ditanya murid-muridnya dan ia
tidak memiliki jawaban lalu
menjelaskan bahwa
orang-orang yang ditokohkan
dalam perguruan itu dengan
jawaban yang
mengada-ada.
Misalnya, Saman adalah seorang
Syekh dari Yaman, Madi disebut
sebagai Imam Mahdi, Kari adalah
Imam Buchori, Subandari adalah
Syeh Isbandari. Dan jawaban
seperti itu tidak memiliki dasar
dan konon hanya berdasarkan
pada kata orang tua semata